Minggu, 27 November 2011

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

LATAR BELAKANG
manusia diciptakan dengan segala macam perbedaan,setiap manusia berbeda dengan manusia lainnya.perbedaan sebuah anugerah tuhan yang maha esa.Dalam hal ini kita akan memahami tentang pelapisan sosial (pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Dan kesamaan derajat (suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan Negara).

MAKSUD DAN TUJUAN
1.     memahami pengertian pelapisan sosial dan kesamaan derajat
2.     mengetahui dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial

TEORI

1.     PELAPISAN SOSIAL

a.      Pengertian
Masyaraka terbentuk dari individu-indivu yang memilki berbagai latar belakang sehingga membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri atas kelompok-kelompok sosial. Dengan terjadinya kelompok sosial ini, terbentuklah suatu pelapisan masyarakat.
Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasarkan ikatan-ikatan yang sudah teratur dan stabil maka dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam pembentukannya mempunyai gajala-gejala yang sama.
Masyarakat tidak dapat di bayangkan tanpa individu begitu pun individu tidak dapat dibayangkan tanpa adanya masyarakat.
Individu dan masyarakat adalah komplementer. Ini dapat kita lihat dari kenyataan, bahwa:
1.      Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya.
2.      Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan dapat menyebabkan perubahan besar bagi masyarakat.

Pitirim A. Sorokin memberikan definisi pelapisan masyarakat sebagai berikut “ pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat”. Lebih lengkap lagi batasan yang di kemukakan oleh theodorson di dalam Dictionary of sociology,  yaitu “lapisan masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relatip permanen yang terdapat di dalam sistem sosial (dari kelompok kecil sampai masyarakat ) di dalam hal perbedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan.”

b.      Pelapisan Sosial Ciri Tetap Kelompok Sosial
Di dalam organisasi masyarakat primitip yang belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal ini bewujud berbagai bentuk sebagai berikut:
1.      Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dalam pembedaan hak dak kewajiban.
2.      Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang beroengaruh dan memiliki hak-hak istimwa.
3.      Adanya pemimpin yang paling berpengaruh.
4.      Adanya orang-orang yang dikecilkan di luar kasta dan orang yang di luar perlindungan hukum.
5.      Adanya pembagan kerja di dalam suku itu sendiri.
6.      Adanya perbedaan standar ekonomi dan di dalam ketidak kesamaan ekonomi itu secara umum. 

c.       Terjadinya Pelapisan Sosial
·         Tejadi dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Karena sifat yang tanpa disengaja inilah, bentuk pelapisan dan dasar dari pelapisan itu berparesi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat tempat sistem itu belaku.
Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, keduddukan seseorang secara otomatis berada pada strata atau pelapisan, mialnya karena usia tua, pemilikan kepandaian yang lebih atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni, atau sakti.

·         Tejadi dengan di sengaja
Sistem ini ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Sistem pelapisan yang di bentuk dengan sengaja ini dapat kita lihat, misalnya dalam organisasi pemerintahan, orgainisasi partai polotik, perusahaan besar, perkumpulan-perkumpulan resmi, dll. Ringkasnya, didalam organisasi pormal sistem oraganisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem yaitu:
1.      sistem fungsional merupakan pembagian kerja kedudukan yang tingkatanya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya kerjasama antara kepala seksi dll.
2.      Sistem skala, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah keatas.





d.      Pembagian Sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya, sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1.            Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup 
dalam sistem ini, perpindahan anggota masyarakat kelapisan yang lain baik keatas maupun kebawah, tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa. Sistem pelapisan ini dapat kita jumpai misalnya di india yang masyarakatnya mengenal sistem kasta.
·         Kasta Brahmana, yang merupakan kastanya golongan pendeta dan merupakan kasta tertinggi.
·         Kasta ksatria, merupakan kasta dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua.
·         Kasta waisa, merupakan kasta dari golongan pedagang yang dipandang sebagai lapisan menengah ketiga.
·         Kasta sudra,  merupakan kasta dari golongan rakyat jelita.
·         Paria, golongan dari mereka yang tidak mempunyai nkasta. Yang termasuk golongan ini misalnya kaum gelandangan, meminta-minta dan sebagainya.

Sistem ini juga dapat kita temui juga dalam masyarakat feodal atau masyarakat yang berdasarkan realisme, seperti pemerintahan di afrika selatan yang terkenal masih melakukan politik apartheid atau perbadaan warna kulit yang disahkan oleh undang-undang.

2.      Sistem Pelapisan Masyarakat yang Terbuka.
Di dalam sistem ini, setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh keatas dan kebawah. Sistem ini dapat kita temui misalnya di indonesia sekarang ini. Setiap orang di beri kesempatan untuk menduduki segala jabatan bila ada kessempatan dan kemampuan untuk itu. Sebaliknya, orang juga dapat turun dari jabatannya bila dia tidak mampu memertahankannya.

2.      KESAMAAN DERAJAT
Hubungan antara manusia dan linkungan masyarakat pada umumya secara timbal balik. Artinya, setiap orang sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban, baik tehadap masyarakat maupun pemerintah negara. Beberapa hak dan kewajiban ditetapka dalam undang-undang sebagai hak dan kewajiba asasi. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak inilah yang banyak dikenal dengan hak asai manusia.

a.      Persamaan hak
Mengenai persamaan hak ini, selanjutnya di cantumkan dalam pernyataan sedunia hak asai manusia tahun 1948 dalam pasal-pasalnya, seperti:
Pasal 1: sekalian orang dilahirrkan merdeka dan mempunyai marrtabat dan hak yang sama. Mereka di karuniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
Pasal 2 ayat 1: setiap orang berhak atas semua hak-hak  dan kebebasan-kebebasan yang tercantum didalam pernyataan ini denga tak ada kecuali apapun, seperti bangsa, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat lain, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, milik, kelahiran ataupun kedudukan.
Pasal 7: sekalia orang adalah sama terhadap UU dan berhak atas perlindungan hukum yang sama denga tak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas perlindubgan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini.

b.      Persamaan derajat di indonesia
Dalam UUD 1945, hak dan kebebasan yang berkaitan dengan adanya persamaan derajat dan hak juga tercantum dalam pasal secara jelas yakni pasal 27, 28, 29, dan 31. Empat pokok hak asasi dalam empat pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Pokok pertama,  tentang persamaan kedudukan dan kewajibag kewarga negara didalam hukum dan dimuka pemerintahan
Pasal 27 ayat 2 menetapkan “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualian.”
Pokok kedua, selanjutnya dalam pasal 28 ditetapkan bahwa ” keemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh UU. “
Pokok ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan un tuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya.”
Pokok keempat, adalah pasal 31 yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran yang berbunyi (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran, dan (2) pemerintahan mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan UU.


METODOLOGI
Pendekatan Penelitiaan
Penelitian studi kasus ini menggunakan Metode Kualitatif,dengan spesifikasiStudi dokumen.Menurut Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si    Studi dokumen atau teks merupakan kajian yang menitik beratkan pada analisis atau interpretasi bahan  tertulis berdasarkan  konteksnya. Bahan bisa berupa catatan yang terpublikasikan, buku teks, surat kabar, majalah, surat-surat, film, catatan harian, naskah, artikel, dan sejenisnya. Untuk memperoleh kredibilitas yang tinggi peneliti dokumen harus yakin bahwa naskah-naskah itu otentik. Penelitian jenis ini bisa juga untuk menggali pikiran seseorang yang tertuang di dalam buku atau naskah-naskah yang terpublikasikan. Para pendidik menggunakan metode penelitian ini untuk mengkaji tingkat keterbacaan sebuah teks, atau untuk menentukan tingkat pencapaian pemahaman terhadap topik tertentu dari sebuah teks.

STUDI KASUS
Ada banyak sekali masalah mengenai Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat.
Inilah salah satu contoh kasusnya adalah :

Penjara Mewah Artalyta Terungkap Berkat Laporan Warga
TEMPO InteraktifJakarta - Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan inspeksi mendadak ke dalam sel penjara Artalyta Suryani alias Ayin semalam. Inspeksi juga dilakukan di sel-sel lain di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur, tempat terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan itu menjalani hukuman lima tahun penjara.

Hal itu dilakukan setelah satuan ini mendapat laporan adanya perlakuan khusus yang diberikan oleh petugas penjara. "Pasti ada laporan," kata Ketua Satuan Tugas sekaligus Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Kuntoro Mangkusubroto, saat menghadiri acara di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.

Namun Kuntoro enggan menyebutkan dari mana laporan itu berasal. Ia juga tak memerinci perlakuan khusus yang dimaksud. Tindakan tegas satuannya, menurut dia, merupakan langkah awal untuk memberantas mafia hukum. Sebab, perlakuan khusus di rumah tahanan dianggap mengganggu rasa keadilan.
Meski begitu, Kuntoro belum bersedia membicarakan kemungkinan sanksi yang akan diberikan kepada para petugas yang terbukti memberikan perlakuan istimewa itu. "Kita lihat perkembangannya dulu."
Seusai penggeledahan, Sekretaris Satuan Tugas Denny Indrayana mengatakan, dalam inspeksi yang digelar selama tiga jam mulai pukul 19.00 WIB itu, ditemukan berbagai penyimpangan. "Ada sejumlah tahanan menerima fasilitas lebih lengkap," kata Denny.
Di sel Liem Marita alias Aling, misalnya, ditemukan berbagai fasilitas yang melebihi tahanan lainnya, antara lain tempat tidur, kulkas, ruang tamu, sofa, radio-tape, serta meja kerja. Bahkan Satuan Tugas menemukan ruang karaoke yang dilengkapi televisi.
Saat mendatangi sel Artalyta, Satuan Tugas mendapati ruang penjara Ayin terpisah dari sel para tahanan lain. Bahkan ada pintu khusus menuju ruangan besar yang dihuni orang dekat Sjamsul Nursalim ini. "Ruangannya mencapai 8 x 8 meter," ujar Denny.
Selain terhadap ruang Aling dan Ayin, Satuan Tugas menginspeksi ruang tahanan Erry Fuad dan Ines Wulandari. Keduanya ditahan karena terlibat kasus korupsi proyek di Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pemeriksaan juga dilakukan di ruang tahanan Darmawati Dareho, terpidana korupsi yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul Hadi Djamal.
Menurut Denny, semua tahanan itu mendapat fasilitas lebih banyak dibanding tahanan lainnya. Para tahanan itu pun bisa membawa telepon seluler dalam sel mereka. "Itu sih sudah pasti," katanya.

Penggeledahan, kata dia, dilakukan setelah Satuan Tugas menerima informasi dari masyarakat soal pemberian fasilitas berlebihan. Sebelum menggeledah, Satuan Tugas telah berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. "Dia mendukung penuh penggeledahan," katanya.

Satuan Tugas, kata dia, akan segera menindaklanjuti temuan ini. Mereka akan kembali berkoordinasi dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Para tahanan itu layak menempati sel yang sama sempitnya dengan tahanan lain," kata Denny.


PEMBAHASAN
       Sesuai dengan kasus di dalam Studi Kasus,penulis mencoba memaparkan bahasan menurut penulis.
            Pada Hakekatnya sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia bahwa seluruh masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama,meskipun dalam Penjara seharusnya pihak pihak terkait tidaklah membeda bedakan perlakuan mereka terhadap tahanan tahanan tertentu seperti pada kasus diatas.
            Kasus ini merupakan cerminan bahwa Pelapisan Sosial masih mampu memberikan kekuatan kepada mereka yang berada dipuncak urutan lapisan sosial dalam mendapatkan haknya,dilain hal Kesamaan derajat seolah olah dinomor duakan atas nama pelapisan sosial yang kalau dilihat dari kasus diatas adalah Uang mampu mengubah seluruh dasar dasar Persamaan Derajat dan juga Persamaan Sosial.
            Sudah seharusnya pihak pihak terkait melakukan recovery dalam isu isu sensitif khususnya disini kecemburuan sosial yang akan terjadi apa bila pelapisan sosial itu diberlakukan dalam pelaksanan atau pemberian Hak – hak lebih kepada mereka yang berada di puncak lapisan sosial,dalam hal ini diukur dalam hal keuangan. Kepekaan akan Kesamaan Derajat juga perlu ditingkatkan pada Seluruh Masyarakat sehingga kerikil kerikil masalah yang menjurus pada kecemburuan sosial dapat diminimalisir.


PENUTUP
Dari uraian diatas menurut saya bahwa pelapisan sosial itu merupakan sesuatu yang sudah menetap dalam masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa masyarakat akan bergaul dengan kelompok pelapisan sosial tertentu. Hal ini sangat tidak baik dalam proses sosial karena akan memecah persatuan dan keharmonisan dalam masyarakat. Kemudian munculah peraturan-paraturan yang menuju pada persamaan hak untuk semua lapisan-lapisan sosial tersebut.

REFRENSI

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT

LATAR BELAKANG 
          integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misal kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup yang luas.

TUJUAN
Tujuan saya membahas persoalan ini untuk mengetahui tentang pertentangan, konflik, diskriminasi, integrasi dan sebagainya juga bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

TEORI
Pertentangan sosial dan integrasi masyarakat :

A.   Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kepentingannya.[1] Ada 2 jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial/psikologis. Perbedaan kepentingan itu antara lain:
1.      Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2.      Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3.      Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4.      Kepentingan individu untuk memperoleh potensi dan posisi.
5.      Kepentingan individu untuk membutuhkan orang lain.
6.      Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya.
7.      Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8.      Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.[2]

B.     Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan, dan bahkan integrasi masyarakat. Kerugian prasangka melalui hubungan pribadi dan akan menjalar bahkan melembaga (turun-temurun). Jadi prasangka dasarnya pribadi dan dimiliki bersama.[3] Perbedaan terpokok antara prasangka dan diskriminatif adalah prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan. Sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, obyek atau situasi.[4]
Dalam konteks realitas, prasangka diartikan: “Suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi. Diskriminatif merupakan tindakan yang realistis”. Dapat disimpulkan bahwa prasangka itu muncul sebagai akibat kurangnya pengetahuan, pengertian dan fakta kehidupan, adanya dominasi kepentingan golongan atau pribadi, dan tidak menyadari atau insyaf akan kerugian yang bakal terjadi.[5] Tingkat prasangka itu menumbuhkan jarak sosial tertentu di antara anggota sendiri dengan anggota kelompok luar.
Sebab-sebab terjadinya prasangka:
1.      Pendekatan Historis
Pendekatan ini berdasarkan teori pertentangan kelas, menyalahkan kelas rendah di mana mereka yang tergolong kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah
2.      Pendekatan Sosiokultural dan Situasional
a.   Mobilitas sosial: gerak perpindahan dari strata satu ke strata sosial lainnya. Artinya kelompok     orang yang mengalami penurunan status akan terus mencari alasan mengenai nasib buruknya.
b.    Konflik antara kelompok: prasangka sebagai realitas dari dua kelompok yang bersaing.
c.    Stagma perkantoran: ketidakamanan atau ketidakpastian di kota disebabkan oleh “noda”    yang dilakukan oleh kelompok tertentu.
d.    Sosialisasi: prasangka muncul sebagai hasil dari proses pendidikan, melalui proses sosialisasi mulai kecil hingga dewasa.
3.      Pendekatan Kepribadian
Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka, disebut dengan frustasi agresi. Menurut teori ini keadaan frustasi merupakan kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif.
4.      Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan ini ditekankan pada bagian individu memandang atau mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka.
5.      Pendekatan Naïve
Bahwa prasangka lebih menyoroti obyek prasangka tidak menyoroti individu yang berprasangka.Prasangka bisa diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan terhadap suatu realita). Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang di dengar.[6]

C.    Etnhosentrisme Stereotype
Ethnosentrisme yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap ini dianggap bahwa kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya.
Stereotype yaitu gambaran dan ajakan ejek. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subyektif.[7]

D.    Konflik dalam Masyarakat
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misal kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup yang luas, yakni masyarakat:
1.      Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk pada adanya pertentangan atau emosi-emosi dan dorongan-dorongan antagonistic di dalam diri seseorang.
2.      Pada taraf kelompok, konflik-konflik ditimbulkan dari konflik-konflik yang terjadi dalam diri individu dari perbedaan-perbedaan anggota kelompok dalam tujuan, nilai, norma serta minat untuk menjadi anggota kelompok.
3.      Pada taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan nilai dan norma kelompok dengan nilai dan norma kelompok lain.
Tipe konflik ini timbul dari proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul selama berlangsungnya kehidupan suatu kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap perkembangan kelompok.[8]
Adapun cara-cara pemecahan konflik sebagai berikut:
1.      Elimination: Pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik.
2.      Subjugation atau Domination: Orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
3.      Majority Rule: Suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4.      Minority Consent: Kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan, dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
5.      Compromise (Kompromi): Kedua atau semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik, berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6.      Integration: Pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan, dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.[9]
Usaha-usaha untuk menghindari perbedaan-perbedaan dan untuk memendam konflik-konflik, tidak pernah berhasil dalam waktu yang lama. Kesatupaduan di dalam perbedaan-perbedaan merupakan suatu nilai yang menghargai perbedaan, yang menggunakan perbedaan-perbedaan tersebut untuk memperkuat kelompok.

E.     Integrasi Masyarakat dan Nasional
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan.[10] Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik.
Dalam memahami integrasi masyarakat, kita juga mengenal integrasi nasional, yaitu organisasi-organisasi formal yang melalui mana masyarakat menjalankan keputusan-keputusan yang berwenang. Untuk terciptanya integrasi nasional, perlu adanya suatu jiwa, asas spiritual, solidaritas yang besar. Perlu dicari bentuk-bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui 4 sistem:
1.     Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
2.     Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang.
3.     Sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan, perasaan, pola-pola penilaian yang dianggap pola keindonesiaan.
4.     Sistem organik jasmaniah, di mana nasion tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka ke-4 sistem itu harus dibina, dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan nasion Indonesia tercapai.[11]

Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
·                     Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
·                     Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosialbudaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
·                     Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus(kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
·                     Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial
Bentuk Integrasi Sosial
·                     Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
·                     Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Faktor-Faktor Pendorong
A. Faktor Internal :
·                     kesadaran diri sebagai makhluk sosial
·                     tuntutan kebutuhan
·                     jiwa dan semangat gotong royong

B. Faktor External :
·                     tuntutan perkembangan zaman
·                     persamaan kebudayaan
·                     terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
·                     persaman visi, misi, dan tujuan
·                     sikap toleransi
·                     adanya kosensus nilai
·                     adanya tantangan dari luar

SYARAT BERHASILNYA INTEGRASI SOSIAL
1. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
2. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.

METODOLOGI
Metode dalam penulisan ini adalah menggunakan metode kualitatif , dimana metode ini juga menggunakan orientas teoritik sebagai inspirasi dalam penulisan ini. Penulisan ini di buat pada tanggal 26 November 2011 di rumah sang penulis di daerah Depok.


STUDY KASUS
Kondisi Sosial Masyarakat Paska Konflik Di Aceh Timur
Penelitian YAPPIKA di sepuluh kabupaten di NAD, termasuk Aceh Timur (Kecamatan Peureulak dan Darul Aman) menunjukkan lemahnya pranata di tingkat komunitas desa. Kelemahan ini disebabkan karena penyeragaman struktur pemerintahan desa selama masa Orde Baru serta akibat konflik yang memunculkan perasaan saling curiga dan ketakutan di antara warga masyarakat desa. Dalam kondisi konflik, peran dan posisi Geuchik sebagai kepala pemerintahan di desa juga tidak maksimal karena unsur ketakutan, baik terhadap TNI atau GAM, sering lebih dominan daripada keberpihakan terhadap masyarakat desa. Bagi TNI dan GAM, desa menjadi ajang pertarungan politik berupa tuntutan loyalitas dan pengaruh politik serta kepentingan ideologi (budaya & struktur tradisional Aceh vs orientasi politik pemerintahan Orde Baru). Ketakutan serta strategi militer yang membatasi ruang gerak masyarakat sipil juga membatasi kebebasan bergerak serta berkumpul masyarakat desa, sehingga pertemuan-pertemuan di tingkat desa untuk membahas kesejahteraan desa juga sering tidak bisa terlaksana. Selain itu, di beberapa desa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah desa sangat rendah terbukti dari tuduhan korupsi yang sering dilontarkan kepada perangkat desa, meskipun di desa-desa lain perangkat desa mendapat kepercayaan dari warganya.

PEMBAHASAN
Pembahasan dari berita di atas adalah adanya ketidakjujuran pemerintah terhadap masyarakat yang membuat masyarakat menjadi geram. Seharusnya sebagai pemerintah daerah haruslah jujur terhadap masyarakatnya agar masyarakat tetap hidup rukun dan damai.


PENUTUP
Dengan berpegang pada prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan dari kepentingan itu sendiri. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak negatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.